Damai

 



Langkah yang terseret dan pelan itu menuju telaga yang jernih. Katanya itu adalah telaga pembawa kedamaian. Siapapun yang masuk kedalamnya akan merasa damai. Begitu pula harapan langkah kaki yang terseok mendekati telaga itu. Melihat airnya yang jernih saja sudah membuat tersenyum. Ajaib sekali. Kaki itu mulai masuk. Dingin dan segar. Seakan waktu terhenti. Seakan waktu memberikan sedikit tambahan waktu untuk beristirahat. 

Pikirannya yang pelik mulai surut. Gemuruh didadanya mulai hilang. Jiwanya terasa damai. Bisakah air telaga ini dibawa saja kerumah agar tak usah repot repot berjalan jauh menempuhnya? Pikirnya konyol. Setelah puas menikmati telaga itu, langkah kaki itu berjalan pulang ke rumah.

Telaga itu tersenyum lega karena sudah membantu orang lain. 

Ada rahasia besar tentang telaga itu yang tak diketahui penduduk sekitar. Telaga itu ajaib. Bisa mendengar, melihat bahkan punya perasaan. Setiap ada yang datang, telaga itu selalu mendengar keluh kesah dan semua ucapan. 

Untuk memberikan rasa damai, telaga itu rupanya mengambil alih semua perasaan dari orang yang datang. Alias rasa itu berpindah menuju telaga. Bahkan rasa dendam dan benci pun pernah dirasakan. Miris.

Lalu apa yang terjadi ketika rasa dendam itu sudah berpindah? Sederhana. Telaga itu hanya perlu memaafkan. Luasnya maaf yang dipunya sudah cukup menghilangkan emosi negatif yang berpindah dari orang lain. 

Telaga itu juga banyak mendapat pelajaran dari cerita yang ia dengarkan. Meski tak punya teman, telaga itu tak pernah merasa kesepian. 

Ada langkah kaki lagi datang mendekat. Suaranya tak asing. Benar. Hanya orang inilah satu satunya yang sering datang ke telaga itu. Dengan semua emosi negatif yang bertumpuk, lalu hilang ketika kakinya menyentuh air telaga. Lalu besoknya datang lagi dengan tumpukan emosi negatif yang lebih tebal. Begitu saja setiap hari. Apa orang ini tidak lelah menumpuk emosi negatif? Pikir telaga itu.

Kakinya yang cantik mulai masuk ka air. Sejenak, bibirnya tersenyum. Damainya sudah terasa. Lalu mulai bercerita dengan apa yang terjadi. 

Sepertinya kali ini ceritanya cukup panjang.

Suaranya sangat cantik ketika bercerita. Benar sekali tebakannya. Dia perempuan cantik berambut ikal panjang berwarna hitam legam. Dengan pipinya yang bulat dan kulit kuning Langsat. Perempuan itu bernostalgia.

Setiap hari dilempar batu oleh teman laki lakinya saat kecil. Didorong oleh teman dekatnya hingga syaraf di tangan kanannya bergeser. Dibenci teman sekelasnya karena ranking satu, banyak prestasi dan menjadi anak kepala sekolah. Membenci adik perempuannya dan menyalahkannya karena dikira penyebab adiknya yang lain meninggal. Lalu sering memukul, mencubit, berteriak, bahkan memelintir tangan hingga menangis. Jahat sekali, gumam telaga. Namun sekarang menyesalinya. Baguslah, tanggap telaga. Sakit kulit selama setahun hingga kakinya tak bisa berjalan. Mendapat luka lecet karena jatuh saat membelikan makanan temannya tapi tak ada yang menolong bahkan temannya pun tak ada yang peduli. Saat mendengar pertengkaran orangtuanya bertahun tahun sampai hampir bercerai. Bertengkar pula dengan ibu sejak dini sekali hingga pernah kabur dari rumah. Saat menangis ketika mengetahui alasan mengapa kakak perempuannya membencinya. Takut bertemu orang orang dan menjadi antisosial. Sering dipukul pamannya ketika kecil. Menjadi anak yang paling menyebalkan, sok berkuasa, dan sulit diatur menjadi pelariannya saat tak bisa bercerita pada orang lain dengan apa yang dialami. Merasa tak ada yang bisa mengerti. Sensitif pada hal sepele pun ia sadari sekaligus ia benci namun tak bisa mengontrolnya. 

Dari yang hangat menjadi dingin kepribadiannya. Dari yang suka tertawa menjadi kaku dan suka marah marah. Dari yang sangat percaya menjadi tak pernah percaya Bahkan hal sepele. Dari yang tak suka diam dirumah menjadi mengurung diri dikamar. Rasa ingin bunuh diri pun pernah. Syukurlah ia mengurungkannya. Bahkan jarumpun sering menyayat kulitnya yang mulus dan cantik. ada banyak kesalahan yang ia perbuat. Ada banyak pula penyesalan yang datang. Ada banyak usaha yang ia lakukan untuk menjadi lebih baik. Ada pula banyak halangan yang membuat prosesnya sulit dan membuat ingin menyerah. 

Sungguh rumit menjadi manusia, pikir telaga. 

Kemudian bibir itu terangkat, tersenyum manis sekali. Andai saja telaga itu seorang lelaki, mungkin saja terpesona melihat senyum manis perempuan itu. Mulutnya terbuka ingin melanjutkan ceritanya.

Tuhan sungguh baik, katanya. Meskipun ada banyak hal menyedihkan yang terjadi di hidupnya, tapi Tuhan tak pernah meninggalkannya. Selalu ada hal yang membuatnya bersyukur dengan kehidupannya. Masih banyak hal yang menyenangkan yang terjadi di hidupnya. Dan dia sangat bersyukur dengan itu. Dia juga percaya masih ada harapan untuk membuat semuanya lebih baik. Dia semakin tahu makna, tujuan hidup dan tahu bagaimana caranya membuat hidupnya yang hanya sekali itu lebih bermakna dan berharga. 

Ada banyak sekali pelajaran yang ia dapat dengan semua yang terjadi padanya. Sungguh jika sudah tahu caranya bahagia, maka sesulit apapun keadaan, selalu ada pilihan untuk bahagia. 

Ini adalah hari terakhirnya berada di telaga, katanya sebelum jeda. Karena ia akan pergi jauh. Jauh sekali dan entah kapan kembali ke telaga ini. 

Ia bangkit. Beranjak pulang. Dengan damai yang sudah ia ceritakan. Damai sekali seolah tak pernah terjadi hal menyedihkan dalam hidupnya. Air telaga itu menjadi lebih tenang ketika beberapa langkah kaki itu menjauh.

"Aku juga berharap kamu bahagia, telaga"


Eh?

Komentar